Alkisah, ada seorang putri cantik
jelita bernama Dyah Ayu Pusparaini. Ia merupakan putri Raja Brawijaya yang
bertahta di Kerajaan Majapahit. Sang putri memiliki wajah yang begitu cantik
bak rembulan, kulit halus laksana sutera serta tubuh indah nan mempesona. Sudah
banyak putra bangsawan dan pangeran yang datang melamar, namun tak satupun lamaran
yang diterima oleh Prabu Brawijaya karena kuatir menimbulkan kecemburuan bagi
yang lain.
Setelah berpikir keras, sang
Prabu pun mengadakan sayembara untuk menentukan calon menantunya. Barang siapa
yang berhasil menarik busur sakti Kyai Garudayeksa dan mengangkat gong Kyai
Sekardelima, maka dialah yang berhak mempersunting sang putri. Pengumuman
sayembara pun disebar ke penjuru negeri.
Adalah Lembu Sura, seorang pemuda
berkepala lembu yang mampu memenuhi permintaan sang Prabu dan berhasil
memenangkan sayembara tersebut tanpa diduga.
Karena penampilan Lembu Sura yang
'buruk rupa' Putri Dyah Ayu Purpasari menolak diperistri. Namun, sebagai
seorang raja, Prabu Brawijaya berusaha menepati janjinya dengan tetap ingin
menikahkan putrinya dengan Lembu Sura. Menjelang acara pernikahan, sang Putri
memberikan satu syarat tambahan kepada Lembu Sura.
Ia meminta dibuatkan sebuah sumur
di puncak Gunung Kelud dan harus diselesaikan oleh Lembu Sura dalam waktu hanya
satu malam.
Berangkatlah Lembu Sura ke Gunung
Kelud. Sesampainya disana, ia menggali tanah dengan menggunakan sepasang
tanduknya. Tak lama, galiannya telah cukup dalam hingga ia tak terlihat lagi
dari bibir sumur. Melihat hal ini. Putri Dyah panik dan memohon kepada ayahnya
untuk menggagalkan upaya Lembu tersebut.
Tak ingin mengecewakan permintaan
putrinya, Prabu Brawijaya pun memerintahkan pengawalnya untuk menimbun sumur
yang tengah digali oleh Lembu Sura itu.
Para pengawal yang tak membantah
perintah tersebut pun segera menimbun galian tersebut dengan tanah dan batu.
Tanpa peduli dengan teriakan Lembu dari dalam sumur, para pengawal terus
menimbun hingga akhirnya Lembu Sura terkubur di dalamnya. Walau telah terkubur,
Lembu Sura mengucapkan sebuah sumpah sakit hati yang terdengar hingga di luar
sumur.
"Yoh, Kediri mbesuk bakal pethuk piwalesku sing makaping-kaping
yaiku Kediri bakal dadi kali, Blitar dadi latar, Tulungagung bakal dadi
Kedung"
(Wahai orang-orang Kediri, suatu
saat kalian akan dapat balasanku yang teramat besar. Kediri akan jadi sungai,
Blitar akan jadi daratan, dan Tulungagung bakal jadi daerah perairan dalam)
Dalam sumpahnya, Lembu Sura
berjanji bahwa setiap dua windu sekali dia akan merusak seluruh wilayah
kerajaan Prabu Brawijaya. Mendengar kutukan tersebut, Prabu Brawijaya dan
seluruh rakyatnya ketakutan. Berbagai upaya dilakukan untuk menangkal kutukan
tersebut. Sang Prabu pun memerintahkan para pengawalnya untuk membangun sebuah
tanggul yang kokoh (kini telah berubah menjadi Gunung Pegat) dan
menyelenggarakan selamatan yang disebut dengan Larung Sesaji. Meski demikian,
kutukan Lembu Sura tetap terjadi. Setiap kali Gunung Kelud meletus, dipercaya
oleh masyarakat setempat sebagai amukan balas dendam Lembu Sura terhadap
pengkhianatan Prabu Brawijaya dan putrinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar