CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Social Profiles

Facebook  Twitter  Google+ Soundcloud Instagram Yahoo

Rabu, Januari 13, 2016

Hukum Jaminan dan Fidusia

Istilah
Hukum jaminan berasal dari terjemahan Zakerheidessteling atau Security of law

Pengertian Menurut Para Tokoh
1. Menurut Sri Sudewi Masngun Sofwan
Hukum jaminan adalah mengatur konstruksi yuridis yang memungkinkan pemberian fasilitas kredit dengan menjaminkan benda2 yang dibeli sebagai jaminan. Peraturan yang demikian harus cukup meyakinkan dan memberikan kepastian hokum bagi lembaga2 kredit baik dari dalam negeri maupun luar negeri

Secara Ringkas :
Dalam pemberian jaminan adakalanya benda yang dibeli menjadi jaminan

2. J Satrio
Hukum jaminan adalah peraturan hokum yang mengatur jaminan2 piutang seorang kreditur terhadap debitur

3. Salim HS SH MS
Hukum jaminan adalah keseluruhan dari kaedah-kaedah hukum yang mengatur hubungan hokum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit

Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie. Zekerheid atau cautie mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya tagihannya, di samping pertanggungan jawab umum debitur terhadap barang-barangnya. Selain istilah jaminan, dikenal juga dengan agunan. Istilah agunan dapat di lihat di dalam Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yaitu agunan adalah : “Jaminan tambahan diserahkan debitur kepada bank dalam rangka mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkann prinsip syariah.” Tujuan agunan adalah untuk mendapatkan fasilitas dari bank. Jaminan ini diserahkan oleh debitur kepada bank.

Lembaga jaminan sebagaimana dikenal dalam tata hukum Indonesia dapat digolongkan menurut cara terjadinya, menurut sifatnya, menurut obyeknya, menurut kewenangan menguasainya dan lain-lain.

Pada dasarnya, jenis jaminan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :

1. Jaminan materiil (kebendaan)
2. Jaminan inmateriil (perorangan)
Jaminan mteriil (kebendaan) adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda yang mempunyai ciri-ciri dan mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu, dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti bendanya dan dapat dialihkan. Jaminan inmateriil (perorangan) adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap harta kekayaan debitur pada umumnya. Jaminan kebendaan dapat dilakukan pembebanan dengan :

1. Gadai (pand), yang diatur di dalam Bab 20 Buku II KUH Perdata
2. Hipotek, yang diatur dalam Bab 21 Buku II KUH Perdata
3. Creditverband, yang diatur dalam Stb.1908 Nomor 542 sebagaimana telah diubah dengan Stb.1937 Nomor 190
4. Hak Tanggungan, sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 4 Tahun 1996
5. Jaminan Fidusia, sebagaimana yang diatur di dalam UU Nomor 42 Tahun 1999.

Sedang yang termasuk jaminan perorangan adalah :
1. Penanggung (borg) adalah orang lain yang dapat ditagih;
2. Tanggung-menanggung, yang serupa dengan tanggung renteng;
3. Perjanjian garansi.

Dari kedelapan jenis jaminan tersebut diatas yang masih berlaku adalah :
1. Gadai
2. Hak Tanggungan
3. Jaminan Fidusia
4. Borg
5. Tanggung-menanggung
6. Perjanjian garansi

Sedangkan hipotek dan creditverband sudah tidak berlaku lagi, karena telah dicabut dengan UU Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah.

Jaminan mempunyai kedudukan dan manfaat yang sangat penting dalam menunjang pembangunan ekonomi. Karena keberadaan lembaga ini dapat memberikan manfaat bagi kreditur maupun debitur.

Pengertian kredit di dalam peraturan perundang-undangan di Negara kita terdapat dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang terdapat dalam Pasal 1 angka 11 yang berbunyi : “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,berdasarkan pertujuan,atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.

Fungsi kredit dalam bidang kehidupan ekonomi dan perdagangan sangat penting terutama untuk meningkatkan usaha sehingga dapat menambah pendapatan masyarakat itu sendiri. Dalam hal ini bank berperan sebagai penyalur kredit kepada masyarakat, yang mana diharapkan kredit tadi digunakan bagi peningkatan dalam bidang usahanya yang berarti pula adanya peningkatan pendapatan masyarakat.

A. JAMINAN GADAI

Mengenai ketentuan tentang gadai ini diatur dalam KUHPerdata Buku II Bab XX Pasal 1150 sampai Pasal 1160. Sedangkan pengertian gadai itu sendiri diatur dalam Pasal 1150 KUHPerdata berbunyi sebagai berikut:

“Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seseorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari pada orang-orang berpiutang lainnya dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan”

Gadai terjadi apabila debitur atau pemberi gadai menyerahkan benda bergerak sebagai jaminan kepada si kreditur atau pemegang gadai dan kreditur diberi kekuasaan untuk mengambil pelunasan dengan menjual barang jaminan itu apabila debitur wanprestasi. Gadai sebagai perjanjian yang bersifat accessoir artinya hak gadai tergantung pada perjanjian pokok, misalnya perjanjian kredit. Yang dimaksud perjanjian pokok yaitu perjanjian antara pemberi gadai atau debitur dengan pemegang gadai atau kreditur yang membuktikan kreditur telah memberikan pinjaman kepada kreditur yang dijamin dengan gadai.

Sifat-sifat umum gadai yaitu :

1. Gadai adalah hak kebendaan
2. Hak gadai bersifat accessoir
3. Hak gadai tidak dapat dibagi-bagi
4. Hak gadai adalah hak yang didahulukan (hak preferent)
5. Obyek gadai adalah benda bergerak
6. Hak gadai adalah hak yang kuat dan mudah penyitaannya atau eksekusinya

Subyek hak gadai adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pengikatan gadai yaitu pemberi gadai dan penerima gadai baik orang perorang maupun badan hukum. obyek gadai adalah segala benda bergerak baik bertubuh (berwujud) maupun tidak bertubuh (tidak berujud). Benda bergerak berujud seperti :

a. Kendaraan bermotor seperti mobil, sepeda motor.
b. Mesin-mesin seperti mesin jahit, mesin pembajak sawah, mesin disel.
c. Perhiasan.
d. Lukisan yang berharga.
e. Kapal laut.
f. Persediaan barang.
g. Inventaris kantor.

Benda bergerak tidak berujud seperti :

a. Tabungan.
b. Deposito berjangka.
c. Sertifikat deposito.
d. Wesel.
e. Saham-saham.
f. Piutang.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1990 tentang Pengalihan Bentuk Perjan menjadi Perum Pegadaian dalam Pasal 3 disebutkan bahwa Perum Pegadaian merupakan Badan Usaha Tunggal yang diberi wewenang untuk menyalurkan kredit atas dasar hukum gadai. Praktek yang ada di masyarakat, gadai berdasarkan KUH Perdata berkembang menjadi gadai syariah (Ar Rahn) berdasarkan fatwa MUI. Usaha ini dilakukan secara terbuka oleh lembaga keuangan lainnya seperti perbankan, BPR, Koperasi, dan sebagai contoh adalah gadai emas syariah dari Bank Syariah Mandiri. Dengan demikian persaingan dalam bisnis gadai mulai terbuka.

Selain dilakukan oleh badan hukum, dalam praktek jaminan gadai dilakukan pula oleh masyarakat/orang perorang. Gadai yang dilakukan oleh orang perorang pada prinsipnya dilakukan atas dasar tolong-menolong, tidak bermotif komersiil dan tidak dilakukan dengan perjanjian secara tertulis.

Hapusnya gadai telah ditentukan dalam pasal 1152 KUHPerdata dan Surat Bukti Kredit. Begitu juga dalam surat bukti kredit telah diatur tentang berakhirnya gadai. Salah satunya adalah jika jangka waktu gadai telah berakhir. Jangka waktu gadai itu adalah minimal 15 hari dan maksimal 120 hari.

Hak gadai hapus karena :

a. Dengan hapusnya perikatan pokok yang dijamin dengan gadai ini sesuai dengan sifat accessoir dari gadai maka tergantung dari perjanjian pokoknya. Perikatan pokok harus dengan :
• Pelunasan
• Kompensasi
• Novasi
• Penghapusan utang

b. Dengan terlepasnya benda jaminan dari kekuasaan pemegang gadai. Tetapi pemegang gadai masih mempunyai hak untuk menuntut kembali dan kalau berhasil maka Undang-undang menganggap perjanjian gadai tersebut tidak pernah putus

c. Dengan hapus atau musnahnya benda jaminan.

d. Dengan dilepasnya benda gadai secara sukarela.

e. Dengan percampuran, yaitu dalam hal pemegang gadai menjadi pemilik barang gadai tersebut.

Transaksi hukum gadai dalam fikih Islam disebut rahn. Rahn adalah suatu jenis perjanjian untuk menahan suatu barang sebagai tanggungan hutang. Pengertian rahn dalam bahasa Arab adalah ats-tsubut wa ad-dawam yang berarti “tetap” dan “kekal”, seperti pada kalimat maun rahin, yang berarti air yang tenang. Hal itu, berdasarkan firman Allah SWT

dalam QS. Al-Muddatstsir (74) ayat 38: “Setiap orang bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya”. Pengertian gadai (Rahn) dalam Hukum Islam (Syara’) adalah menjadikan suatu barang yang mempunyai nilai harta dalam pandangan syara’ sebagai jaminan hutang, yang memungkinkan untuk mengambil seluruh atau sebagian hutang dari barang tersebut.

Gadai menurut Hukum Islam (Syariah) atau dalam penelitian ini lebih lanjut disebut dengan Gadai Syariah (rahn) adalah menahan salah satu harta milik nasabah (rahin) sebagai barang jaminan (marhun) atas hutang/pinjaman (marhun bih) yang diterimanya. Marhun tersebut

memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan atau penerima gadai (murtahin) memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya.

Dasar hukum gadai menurut Hukum Islam (Syariah) :

1. Al-Quran , QS. Al-Baqarah (2) ayat 283.
2. Hadis Nabi Muhammad SAW

a) Hadis A’isyah ra. Yang diriwayatkan oleh Imam Muslim
b) Hadis dari Anas bin Malik ra. Yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah
c) Hadis dari Abu Hurairah ra yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari
d) Hadis riwayat Abu Hurairah ra

3. Ijma’ Ulama

4. Fatwa Dewan Syariah Nasional

a) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 25/DSN-MUI/III/2002, tentang Rahn
b) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 26/DSN-MUI/III/2002, tentang Rahn Emas
c) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 09/DSN-MUI/IV/2000, tentang Pembiayaan Ijaroh
d) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 10/DSN-MUI/IV/2000, tentang Wakalah
e) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 43/DSN-MUI/VIII/2004, tentang Ganti Rugi.

Rukun gadai sebagai berikut :

1. Aqid (orang yang berakad). Aqid adalah orang yang melakukan akad yang meliputi 2 (dua) arah, yaitu:
a) Rahin (orang yang menggadaikan barangnya), dan
b) Murtahin (orang yang berpiutang dan menerima barang gadai), atau penerima gadai

2. Ma’qud ‘alaih (barang yang diakadkan). Ma’qud ‘alaih meliputi 2 (dua) hal, yaitu:
a. Marhun (barang yang digadaikan)
b. Marhun bih (dain), atau hutang yang karenanya diadakan akad rahn.

Syarat-Syarat gadai menurut hukum Islam :
1. Shigat
2. Pihak-pihak yang Berakad Cakap menurut Hukum
3. Hutang (Marhun Bih
4. Marhun

Akad gadai menurut hukum Islam (Syariah) juga harus memenuhi ketentuan atau persyaratan yang menyertai meliputi:

1. Akad tidak mengandung syarat fasik/batil seperti mutahin mensyaratkan barang jaminan dapat dimanfaatkan tanpa batas.
2. Marhun Bih (pinjaman) merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada murtahin dan bisa dilunasi dengan barang yang digadaikan tersebut.
3. Marhun (barang yang digadaikan) bisa dijual dan nilainya seimbang dengan pinjaman, memiliki nilai, jelas ukurannya, milik sah penuh dari rahin, tidak terikat dengan hak orang lain, dan bisa diserahkan baik materi maupun manfaatnya.
4. Jumlah maksimum dana rahn dan nilai likuidasi barang yang digadaikan serta jangka waktu rahn ditetapkan dalam prosedur.
5. Rahn dibebani jasa manajemen atas barang berupa: biaya asuransi, biaya penyimpanan, biaya keamanan, dan biaya pengelolaan serta administrasi.

B. JAMINAN HAK TANGGUNGAN

Dengan berlakunya UUPA (UU No.5 Tahun 1960) maka dalam rangka mengadakan unifikasi hukum tanah, dibentuklah hak jaminan atas tanah baru yang diberi nama Hak Tanggungan, sebagai pengganti lembaga Hipotik dan Credietverband. Hak Tanggungan diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah (UUHT).

Pengertian Hak Tanggungan secara yuridis dapat ditemukan dalam Pasal 1 UUHT, yaitu: Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadapkreditor-kreditor lain.

Ciri Hak Tanggungan adalah :

1. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu kepada pemegangnya atau yang dikenal dengan droit de preference.
3. Selalu mengikuti objek yang dijaminkan dalam tangan siapa pun objek itu berada atau disebut dengan droit de suite.
4. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum bagi pihak yangberkepentingan
5. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya.

Tidak setiap hak atas tanah dapat dijadikan jaminan utang, tetapi hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan harus memenuhi syarat-syarat :

1. Dapat dinilai dengan uang, karena utang yang dijamin berupa uang;
2. Termasuk hak yang didaftar dalam daftar umum, karena harus memenuhi syarat publisitas
3. Mempunyai sifat dapat dipindahtangankan, karena apabila debitor cidera janji benda yang dijadikan jaminan utang akan dijual di muka umum
4. Memerlukan penunjukan oleh undang-undang.

Hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan adalah:

a. Hak Milik
b. Hak Guna Usaha
c. Hak Guna Bangunan

Subyek hukum dalam pembebanan Hak Tanggungan adalah pemberi Hak Tanggungan dan pemegang. Pemberi Hak Tanggungan dapat berupa perorangan atau badan hukum, yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan.

C. JAMINAN FIDUSIA

Pasal 1 Undang-undang tentang Fidusia memberikan batasan dan pengertian sebagai berikut:

“Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda.”

“Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunana bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.”

Menurut DR A Hamsah dan Senjun Manulang Fidusia adalah :

Suatu cara pengoperan hak milik dari pemiliknya (Debitur) berdasarkan adanya perjanjian pokok (perjanjian hutang piutang) kepada kreditur, akan tetapi yang diserahkan hanya haknya saja secara Yuridis Levering dan hanya dimiliki oleh kreditur secara kepercayaan saja (sebagai jaminan hutang debitur)sedang kan barangnya tetap dikuasai oleh debitur tetapi bukan lagi sebagai eigenaar (pemilik) maupun beziter (menguasai) melainkan hanya sebagai Detentor atau Holder dan atas nama kreditur Eigenaar.

Secara ringkas

Suatu cara pengoperan hak milik dari Debitur kepada kreditur berdasarkan adanya perjanjian hutang piutang, yang diserahkan hanya haknya saja secara Yuridise Levering sedang kan barangnya tetap dikuasai oleh debitur tetapi bukan lagi sebagai eigenaar (pemilik) maupun beziter (menguasai) melainkan hanya sebagai Detentor atau Holder dan atas nama kreditur Eigenaar.

Pasal 2 Undang-undang Jaminan Fidusia memberikan batas ruang lingkup berlakunya Undang-undang Jaminan Fidusia, yaitu berlaku terhadap setiap perjanjian yang bertujuan untuk membebani benda dengan jaminan fidusia, yang dipertegas kembali oleh rumusan yang dimuat dalam Pasal 3 Undang-undang Jaminan Fidusia yang menyatakan bahwa Undang-undang Jaminan Fidusia ini tidak berlaku terhadap:

1. Jaminan fidusia yang berkaitan dengan tanah dan bangunan, sepanjang peraturan perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas benda-benda tersebut wajib didaftar. Namun demikian, bangunan di atas milik orang lain yang tidak dapat dibebani jaminan fidusia berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dapat dijadikan objek jaminan fidusia.
2. Hipotik atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20 (dua puluh) m3 atau lebih.
3. Hipotik atas pesawat terbang, dan
4. Gadai.

Lembaga fidusia di ciptakan dari berbagai sebab :

Hukum gadai tidak memenuhi harapan dari debitur, harapan tsb adalah bila seorang pengusaha hendak menjalankan usaha tapi benda yang diperlukan untuk usaha tersebut dikuasai oleh kreditur, kurang memuaskan.

Latar belakang timbulnya lembaga fidusia

Sebagaimana dipaparkan oleh para ahli adalah karena ketentuan UU yang mengatur tentang lembaga gadai mengandung banyak kekurangan tidak memenuhi kebutuhan masyarakat dan tidak dapat mengikuti perkembangan masyarakat hambatan itu meliputi :

1. Adanya asaz In bezit stelling
asas yang menyaratkan bahwa kekuasaan atas benda nya harus pindah/berada pada pemegang gadai sebagai mana diatur dalam pasal 1152 BW, ini merupakan hambatan yang berat bagi gadai atas benda2 bergerak yang berwujud karena pemberi gadai tidak dapat menggunakan benda2 tersebut untuk keperluannya

2. Gadai atas surat2 piutang
Kelemahan dalam pelaksanaan gadai atas surat2 piutang ini karena :
a. Tidak adanya ketentuan tentang cara penarikan dari piutang2 oleh si pemegang
b. Tidak adanya ketentuan mengenai bentuk tertentu bagaimana gadai itu harus dilaksanakan

3. Gadai kurang memuaskan
Karena ketiadaan kepastian, berkedudukan sebagai kreditur terkuat sebagaimana tampak dalam hal membagi eksekusi kreditur lain yaitu pemegang hak PRIVILEGE dapat kedudukan lebih tinggi dari pada pemegang gadai.

DASAR HUKUM JAMINAN FIDUSIA

Yang menjadi dasar hukum berlakunya Fidusia :
1. Arrest Thoge road 1929, Tgl 25 Januari 1929
Tentang Bierbrouwerij Arrest (negeri Belanda)

2. Arrest Hogger Rechshof 18 Agustus 1932
Tentang BPM-Clynet Arrest (Indonesia)

3. UU No 42 Tahun 1999
Tentang jaminan Fidusia

Adapun yang dimaksud dengan subjek dari Jaminan Fidusia adalah mereka yang mengikatkan diri dalam perjanjian Jaminan Fidusia, yang dalam hal ini terdiri atas pemberi dan penerima fidusia. Antara objek Jaminan Fidusia dan subjek Jaminan Fidusia mempunyai kaitan yang erat, oleh karena benda-benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia menurut Munir Fuady, yaitu:

1. Benda tersebut harus dapat dimiliki dan dialihkan secara hukum
2. Dapat atas benda berwujud.
3. Dapat juga atas benda tidak berwujud, termasuk piutang
4. Benda bergerak
5. Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikat dengan jaminan fidusia
6. Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikat dengan hiopotek
7. Baik atas benda yang sudah ada, maupun terhadap benda yang akan diperoleh kemudian. Dalam hal benda yang akan diperoleh kemudian, tidak diperlukan suatu akta pembebanan fidusia tersendiri.
8. Dapat atas satuan jenis benda.
9. Dapat juga atas lebih dari satu jenis atau satuan benda.
10. Termasuk hasil dari benda yang telah menjadi objek fidusia.
11. Termasuk juga hasil klaim asuransi dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
12. Benda persediaan (inventory, stock perdagangan) dapat juga menjadi objek jaminan fidusia.

Perjanjian jaminan fidusia memiliki sifat sebagai berikut:
a. Sifat ketergantungan terhadap perjanjian pokok
b. Keabsahannya, semata-mata ditentukan oleh sah tidaknya perjanjian pokok
c. Sebagai perjanjian bersyarat, maka hanya dapat dilaksanakan jika ketentuan yang disyaratkan dalam perjanjian pokok telah atau tidak dipenuhi.

Tahapan formal yang melekat dalam jaminan fidusia, di antaranya adalah:

1. Tahapan pembebanan dengan pengikatan dalam suatu akta notaris.
2. Tahapan pendaftaran atas benda yang telah dibebani tersebut oleh penerima fidusia, kuasa atau wakilnya kepada kantor pendaftaran fidusia, dengan melampirkan pernyataan pendaftaran.
3. Tahapan administrasi, yaitu pencatatan jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran.
4. Lahirnya jaminan fidusia yaitu pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia. Pembebanan kebendaan dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam Bahasa Indonesia yang merupakan akta jaminan fidusia. Dalam akta jaminan fidusia selain dicantumkan hari tanggal, juga dicantumkan mengenai (jam) pembuatan akta tersebut.

Akta jaminan fidusia sekurang-kurangnya memuat:

1. Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia Identitas tersebut meliputi nama lengkap, agama, tempat tinggal, atau tempat kedudukan dan tanggal lahir, jenis kelamin, staus perkawinan, dan pekerjaan.
2. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia, yaitu mengenai macam perjanjian dan utang yang dijamin dengan fidusia
3. Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia.Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia cukup dilakukan dengan mengidentifikasikan benda tersebut, dan dijelaskan mengenai surat bukti kepemilikannya. Jika benda selalu berubah-ubah seperti benda dalam persediaan, haruslah disebutkan tentang jenis, merek, dan kualitas dari benda tersebut.
4. Nilai penjaminan
5. Nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia.

Hutang yang pelunasannya dapat dijamin dengan jaminan fidusia adalah:
1. Hutang yang telah ada
2. Hutang yang akan ada di kemudian hari, tetapi telah diperjanjian dan jumlahnya sudah tertentu.
3. Hutang yang dapat ditentukan jumlahnya pada saat eksekusi berdasarkan suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban untuk dipenuhi.

Hapusnya jaminan fidusia diatur dalam Pasal 25 ayat (1) Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999. Jaminan fidusiadapat hapus karena hal-hal sebagai berikut :
1. Hapusnya utang yang dijamin dengan jaminan fidusia
2. Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia
3. Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar